Friday, September 15, 2006

9/9/99

Renungan seorang relawan saat pagi menjelang di hari ulang tahun CIS Timor

Olkes Dadi Lado

Jarum jam sudah menunjukan angka 12 lewat, tersisa sembilan menit lagi sudah pukul satu dini hari. Pertanda sudah hampir sejam lamanya hari berganti, jumad berganti sabtu. Tanggal delapan ke sembilan.
Teman-teman sudah tertidur, tersisa saya, entah kenapa belum bisa menutup mata sejak tadi.
Hati saya gelisah. Memang ada ganjalan di hati tapi itu sangat personal dan tak layak di ceritakan di sini.
Bunyi kokok ayam jantan terdengar samar. Di luar sunyi.
Sesekali terdengar lolongan anjing di kejauhan pertanda si anjing ingin kawin.
Ditemani segelas teh panas dan sebungkus rokok LA light, saya masih terus terjaga.

Hari ini (9/9), CIS berusia tujuh tahun.
CIS Timor adalah adalah sebuah lembaga perkumpulan relawan yang bermarkas di Timor Barat.
Pada saat yang sama tujuh tahun yang lalu, di jalan pendidikan II no 2 Kota Baru, beberapa aktivis dari GMKI cabang Kupang dan GAMKI DPD I NTT berkumpul dan mendeklarasikan berdirinya sebuah organisasi dengan nama posko relawan CIS GAMKI-GMKI NTT.
Nama CIS adalah akronim dari Center for Internaly Displaced People’s Service. Nama ini diberikan oleh ibu Stien Djalil, seorang pengurus PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia).
Berganti nama menjadi CIS Timor kemudian, saat pengurusan status legalnya pada 2004 lalu.
CIS hadir karena kepedulian akan kondisi pengungsian yang terjadi akibat konflik pasca jajak pendapat di Timor Timur 1999 lalu.

Dalam kesendirian dengan iringan lagu "Ku tak Bisa Jauh" milik Slank dari winamp komputer, saya kembali mengingat kenangan bersama CIS.

Kumpulan anak-anak muda yang umumnya adalah aktivis GMKI dan GAMKI, kebanyakan mahasiswa ada juga yang sudah selesai bahkan ada yang barusan tamat SMA, pada waktu itu hanya bergerak dengan sumber daya terbatas, mereka tergerak untuk menolong pengungsi Timor Timur dengan apa yang ada pada mereka.
Hampir pasti pada saat itu, hanya tenaga dan semangat yang menjadi modal dasar.

Pada akhir 1999, dengan difasilitasi CD Bethesda Yogyakarta dan Church World Service. Mereka diberikan pelatihan bagaimana menjadi seorang relawan yang baik dalam workshop for volunteers.
Sebutan relawan-pun disandang oleh mereka. Saat itu jumlah relawan sekitar 40-an orang.
Sejak itu CIS mulai menata dirinya
Dengan donasi kecil dari CD Bethesda, juga dari CWS bahkan ada juga dari dewan Gereja Australia, mereka mulai melakukan pelayanan.
Mulai dari sekedar menjadi teman cerita para pengungsi di kamp Noelbaki, Tuapukan, Naibonat juga kamp-kamp dalam kota Kupang seperti GOR, Koni sampai ke Batakte di Kupang Barat.
Hingga membantu tim dokter CD Bethesda melakukan pelayanan kesehatan dan PMT.
Membuka sekolah tenda dan juga taman bermain anak.
Sampai hal-hal yang menyerempet bahaya, yakni mengumpulkan informasi tentang pelanggaran HAM dari para milisi.

CIS bukan hanya terlibat dalam isu pengungsi Timor Timur semata. Pada periode pertengahan 2000, CIS juga turut membantu penanganan korban bencana banjir dan longsor di seluruh kabupaten TTS, sebagian Belu dan Kupang dengan dukungan dari CWS dan Yayasan Selamat Pagi dari Yogyakarta

Kini CIS bisa dikatakan sudah cukup mapan sebagai sebuah lembaga lokal. Sejak lepas dari US Aid pada periode 2001-2002, CIS kemudian menjadi mitra kerja Oxfam GB sejak 2003 hingga sekarang. Sudah dua funding ECHO pada 2003-2004 dan Uni Eropa, 2005 hingga sekarang.

Sejalan dengan itu, model kerja CIS pun mulai berubah. Dari sekedar sebuah kerja bakti pada awal kelahirannya, sekarang sudah mengarah pada community development.
Dari sekedar memberi informasi, mendorong pengambilan keputusan hingga memfasilitasi tindakan dan realisasi atas keputusan komunitas dampingnya.
Masih tetap pada komitmen kediriannya, hingga saat ini CIS masih memberikan perhatian utama pada isu penyelesaian masalah pengungsi di Timor Barat.

Secara kelembagaanpun CIS sudah menjadi lebih baik, mulai dari pembenahan manajemen organisasi, perumusan visi, misi hingga penetapan rencana strategis.
Pengembangan jaringan kerjapun sudah semakin luas.
Bahkan dengan pemerintah sekalipun dalam perspektif pemerintah sebagai partner dengan tetap menjaga jarak kritis, CIS menjalin suatu hubungan yang sinergis.

Perjalanan CIS hingga tahap ini, juga tak lepas dari onak dan duri. Mulai dari konflik internal antara para pendirinya tentang status CIS, masalah pendanaan operasional organisasi ketika tak ada funding hingga konflik antar person di dalamnya.
Relawan CIS-pun sesuai hukum alam, tak semuanya bertahan, ada yang pergi, ada yang pula yang datang.
Saat ini relawan CIS mendekati angka 60.
CIS pernah mengalami masa sulit selama hampir setahun lamanya.
Tanpa funding pada akhir pertengahan 2000 hingga pertengahan 2001, CIS bergerak dengan dukungan dana seadanya dari para pendiri yang masih komit, ada Early Laukoli yang memberikan rumahnya dengan rela untuk dijadikan posko, ada David Radja yang selalu setia memberikan dukungan, Emy Nomleni, Alex Yakob dan masih banyak lainnya, tak kalah penting kesetiaan relawan-relawannya. Juga dukungan dari kedua lembaga pendiri.
CIS juga pernah mendapat caci maki, hujatan, cemooh, bahkan mungkin sumpah serapah dari mitra, relawannya sendiri, juga komunitas dampingannya, mungkin juga dari orang tua relawan karena anaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk CIS.

Suka, duka, cerita sukses dan pengalaman pahit di CIS mengajarkan banyak hal buat relawan-relawannya. CIS turut membentuk diri saya.
Hampir sejam sudah saya merenung dan menulis tentang perasaan dan ingatan akan CIS selama kurun waktu tujuh tahun ini. Serasa tak cukup menuliskan semua yang pernah saya alami bersama CIS, sekalipun baru tujuh tahun kebersamaan itu.

Tujuh tahun, bukan sebuah usia yang matang, CIS masih harus bertumbuh dan terus mengembangkan dirinya.
Masih banyak yang harus dibenahi. Masih banyak mimpi yang perlu diraih.
Ada mimpi kemandirian CIS, ada mimpi CIS untuk melayani lebih banyak orang, ada mimpi CIS juga melayani di luar Timor Barat, ada mimpi akan hadirnya sebuah keadilan dan kesetaraan gender, ada mimpi akan hadirnya sebuah komunitas yang menghargai keberagaman dan HAM dan masih banyak mimpi lainnya.
Semoga saat ini dalam tidurnya, semua relawan CIS sedang mengejar mimpi yang sama. Winston Rondo, koordinator relawan pernah mengatakan "Sebuah mimpi akan cepat menjadi kenyataan kalau impian itu diimpikan bersama".

Alunan syair lagu "Bunda" Melly Goeslaw dari winamp komputer terdengar menyejukan hati saya saat pagi menjelang di posko Atambua. Membantu saya mengingat masa-masa ketika CIS turut membentuk saya. Mata ini masih sulit terpejam.
Tiiit…..tiiit….bunyi sms masuk di hp usang bermerek nokia milik saya, mengusik lamunan.
Ternyata sms dari Frits Lake, seorang relawan CIS di Kupang, ia menulis sebuah pesan pendek,
"Satu alasan mengapa Allah menciptakan waktu adalah agar kita punya tempat untuk menguburkan kegagalan-kegagalan dan masa lalu dan menemukan kesempatan di masa sekarang untuk dapat lebih maju. Dirgahayu CIS Timor".
Ternyata bukan saya saja relawan CIS Timor yang masih terjaga menjelang pagi di hari yang spesial ini.
Hampir jam tiga subuh, suasana sekitar posko masih sepi, dengkuran-dengkuran halus teman-teman lirih terdengar.
Dalam tidur mereka, saya yakin kami semua mempunyai keinginan yang sama, keinginan akan masa depan CIS yang lebih baik dari hari kemarin dan hari ini dengan tetap menjaga semangat kerelawanan yang menjadi ciri dan identitas CIS itu sendiri.

Dalam hati, saya bersyukur dan memohon penyertaan dari Tuhan agar dalam pertumbuhannya CIS selalu menjadikan kasih sebagai dasar dalam setiap langkahnya.
Selamat Ulang Tahun CIS Timor

Terima kasih buat semua relawan CIS Timor dan semua orang yang pernah dan tetap peduli dengan CIS Timor yang tidak bisa disebutkan satu per satu
Juga buat semua komunitas dampingan yang turut membesarkan CIS Timor hingga saat ini.