Friday, September 15, 2006

Nikmatnya Kerapu Bakar di Tulakaboak

Jalan-jalan ke Tulakaboak

Olkes Dadi Lado

Cuaca panas mulai terasa menyengat, hembusan angin laut seakan tak mampu mengusirnya.
Dalam sebuah ruangan berukuran 4x2 meter persegi, di rumah milik Agus, berkumpul belasan lelaki dan tiga orang perempuan. Mereka serius menyimak materi yang disampaikan seorang pemuda yang duduk di hadapan mereka.
Mereka adalah anggota kelompok perikanan, kelompok sasaran program food security Oxfam GB dan CIS Timor di UPT Tulakaboak.
Hari ini (13/7), mereka mendapat pelatihan tentang manajemen pembukuan kelompok oleh Lodowyk Huna Koreh, seorang sarjana Perikanan lulusan Undana. Ken nama panggilannya, adalah salah seorang staf Food Security-nya Oxfam GB.

UPT Tulakaboak terletak di utara Teluk Kupang. Perjalanan ke sana selain dengan perahu motor, juga bisa menggunakan alat transportasi darat. Kupang ke Tulakaboak bisa ditempuh selama empat hingga lima jam perjalanan. Jalannya rusak parah, sejak dari cabang Oelmasi. Tak ketinggalan, beberapa jembatan di jalur ini masih terbuat dari kombinasi beton dan kayu, entah sudah berapa usianya.

Di Tulakaboak, terdapat enam kelompok penerima bantuan perikanan dari Oxfam GB dan CIS Timor dengan dukungan dana dari Uni Eropa. Yang hadir dalam pelatihan hari itu adalah para ketua dan bendahara kelompok. Pelatihan kali ini merupakan kelanjutan dari pelatihan manajemen kelompok pada akhir april lalu.
Dalam pengantarnya, Ken mengatakan pelatihan ini diadakan sebagai bentuk penguatan terhadap kelompok yang sudah terbentuk, "Sehingga ke depannya nanti kelompok-kelompok ini bisa lebih mandiri", kata Ken.
Secara khusus, Ken mengharapkan pengetahuan yang didapat bisa membantu kelompok untuk melakukan monitoring terhadap tingkat pendapatan mereka sendiri.

Pasca pendistribusian enam unit motor perahu pada awal April lalu, lima kelompok diantaranya sudah mulai melakukan kegiatan penangkapan di perairan sekitar Tulakboak dan Barate. Kecuali kelompok "Mata mea", karena perahunya masih dalam tahap pengerjaan.

"Rata-rata kami bisa dapat sampai seratusan ekor ikan, satu kali turun", ujar Ande Lusi, ketua kelompok "Angsa"
Sayangnya, menurut mereka, daya beli di Tulakaboak sangat rendah sehingga keuntungan yang didapatpun kecil."Kalo kita pergi jual ke Sulamu bisa lebih baik", kata Steven Therik.
"
Jadi, kalo hasilnya banyak baru kami ke Sulamu, kalo tidak, jual di sini saja", sambungnya .

"Kenapa tidak jual ke Kupang?" Tanya saya.
"Kalo laut tenang kita jual ke sana, karena di sana harganya bagus, tapi sekarang laut begini ini kita paksa ke sana, boros bensin", sambung Alberto Da Costa, ketua kelompok "Ikan Di’ak" menjawab.
Kendati demikian dari penghasilan yang telah diperoleh, beberapa kelompok telah menyepakati secara internal agar sebagian penghasilan mereka disisihkan untuk cadangan biaya perawatan perahu, motor dan alat tangkap.

Selama ini mereka hanya menjual ikan segar, belum ada upaya untuk melakukan pengawetan ikan atau mengolahnya menjadi produk yang lebih tahan lama.
David Natun, pendamping lapangan food security di wilayah ini, kepada saya seusai pelatihan manajemen kelompok pada april lalu, mengatakan, kemungkinan agenda penguatan kapasitas kelompok berikut adalah teknologi pengolahan hasil.
“Sehingga ikan-ikan yang tidak terjual bisa diolah menjadi produk lain yang juga punya nilai jual dan tahan lama”.

Selain masalah pemasaran kelompok-kelompok ini juga mengalami kendala cuaca di laut, “Musim pancaroba begini, kita sulit hitung (prediksi) dia pung cuaca”, ujar Ronald anggota kelompok “Angsa”.
Siang itu, sebelum mulai pelatihan, badan perahu kelompok Angsa baru saja mengalami kerusakan karena hantaman gelombang pasang, saat mencoba mendarat.
Di sepanjang pantai Tulakaboak, hampir tak ada tempat yang layak atau cukup aman untuk digunakan sebagai tempat pendaratan perahu. Sepanjang wilayah pantai di UPT Tulakboak, 80 % terdiri dari karang-karang terjal, hanya 20% yang berpasir, dekat muara sekitar 200 meter bagian selatan pemukiman. Itupun diakui, harus pandai-pandai menghitung pukulan gelombang, karena dasarnya berupa karang dan lidah ombaknya dalam keadaan normal mencapai satu meter.
"Kalo di Panfolok sana pantainya berpasir. Dasarnya juga, jadi kita bisa mendarat di sana", ujar Yus Banoet. Panfolok terletak di sebelah utara, berjarak sekitar dua kilometer.

Pelatihan berakhir sekitar jam dua. Siang itu kami disuguhi ikan hasil tangkapan kelompok Angsa. Panasnya udara laut Tulakaboak seakan hilang diganti nikmatnya kuah asam ikan "Kamerak" dan Kerapu bakar siang itu.