Monday, March 16, 2009

Mati lagi...mati lagii ahhhhhh

Sebuah cerita pendek menyongsong Kopi darat Forum academia NTT akhir maret nanti

Oleh : Olyvianus Dadi Lado

Suatu pagi di hari selasa (09/3), Ale Mesak Lewedalu sudah bangun sejak jam enam di kos-nya, pagi ini tugasnya di warung internet (warnet) menggantikan Jener temannya yang bertugas semalam suntuk. Ia seorang anak muda dari Kisar-Maluku Tenggara.

Jam delapan, ia sudah menuju Unum Net, nama warnet tempat ia bekerja. Unum Net adalah sebuah warnet milik CIS Timor, ia hadir sebagai tempat belajar berwira usaha, selain itu sebagai sebuah LSM lokal yang sudah hampir sepuluh tahun berdiri, CIS masih bergantung sepenuhnya pada donorship. Ini sebuah usaha awal untuk membangun kemandirian.

Unum Net terletak di jalan Timor Raya sekitar 50 meter dari pertigaan Oesapa-Kupang-Penfui. Sebuah bilik kecil berukuran 5x4 meter persegi yang disewa selama lima tahun untuk keperluan usaha ini. Modal awalnya juga masih berupa pinjaman. Memiliki delapan unit komputer untuk client dan satu unit sebagai server, beroperasi 24 jam seminggu dengan tarif Rp. 4500 per jam, selama bulan pertama pelanggan diberi pemotongan 20% bagian dari promosi. Ia dibuka sejak tanggal 02 Maret lalu. Seminggu beroperasi Unum Net rata-rata menghasilkan Rp. 650.000,- atau setiap hari menghasilkan Rp. 92.857, setiap jamnya diasumsikan menghasilkan Rp. 3.869,- (perhitungan bersih setelah potongan 20% per jam selama sebulan promosi)

Setibanya di Unum Net, “Bos listrik mati,” kata Jener Bana setelah membukakan pintu warnet. Jener adalah seorang pemuda asal SoE, ia baru saja tamat dari Fakultas Teknik dan Science Universitas Nusa Cendana.
“Ahhhhhhhhhhh...PLN pukara’a dong ni..” umpat Ale, “Kamarin dulu malam mati...masa ini pagi mati lai.” Senyum sejak berangkat dari kos dibibirnya yang hitam akibat kebanyakan rokok itu hilang.
Ia kesal karena sejak warnet beroperasi, sudah tiga kali mati, padahal belum sebulan.
“Karmana mau kas kambali utang cepat kalo model bagini tarusss,” keluhnya.
“Ho PLN ni sakarang mati su sambarang sa...kapan mau mati na mati sonde pake giliran lai,” kata Jener. “Katong yang di Oesapa deng Penfui mati tarus-tarus sa.. su bagitu lama lai.”

Ale dan Jener pantas kesal karena untuk membuka usaha ini pinjaman untuk modal awal mencapai 50-an juta rupiah. Menurut perhitungannya jika berjalan normal maka dalam satu setengah tahun sudah kembali modal awal.

Karena tak bisa beroperasi, mereka memutuskan pergi ke posko CIS Timor di Walikota.

Olkes terkejut melihat mereka berdua muncul di ruang media sepagi itu. “Sapa yang jaga warnet?” tanya Olkes
“Listrik mati na ka. Jadi katong datang sini sa dari pada tanganga di sana,” jawab Jener.
Olkes adalah koordinator unit media di CIS Timor, Unum Net ada dalam tanggungjawabnya.

Jener dan Ale duduk tak jauh dari meja kerja Olkes. “Jadi kermana su ni kaka?” tanya Ale.
“Mau kermana lai ko ais listrik mati bagitu,” jawab Olkes. “Ais komputer dong aman ko?”
“Aman ka’. Tapi kalo bagini tarus bisa lewat e..” jawab Ale (lewat : rusak)
“Nah nanti katong usaha satu UPS sa untuk taro di server pung,” kata Olkes. “Beta yang nanti omong deng om Win ko ame UPS satu dari posko Atambua pung taro tahan di warnet.” (om Win adalah nama panggilan Winston Rondo ia direktur CIS Timor; UPS : alat untuk penyimpan energi listrik sementara).
“Iya kaka itu perlu karna sama ke kapan hari mati tiba-tiba tu..katong sonde tau orang su pake brapa lama, akhirnya katong kas farei sa su ma,” timpal Jener.
“Ho e.. nanti katong tambah rugi lai tu ma kalo sonde pake UPS,” sambung Ale pula.
Theo Wetangterah yang baru selesai mengambil segelas kopi di dapur ikut nimbrung, “Iyo yang mati kapan malam tu...pung lama lai, ada hampir empat jam ko, beta sampe pamalas tunggu.” Theo juga anggota bagian media, kadang ia membantu menjaga warnet pada malam hari karena kos-nya tak jauh dari warnet.

Kegelisahan yang dialami keempatnya bukan tak mungkin juga dialami oleh banyak pengusaha kecil yang mengandalkan listrik sebagai sumber energinya. Maklum mereka tak mampu mengadakan generator laiknya para pengusaha besar. Pada hal perputaran uang dalam kota Kupang banyak andilnya dari para pengusaha kecil ini.

Saya berandai dalam sebulan jika berjalan normal, Unum Net mungkin bisa menghasilkan 150-200 ribu perhari atau sebulannya Rp.4.500.000 sampai Rp. 6.000.000,-. Dikurangi dengan ongkos sewa provider speedy sebesar dua juta-an, biaya listrik dan air plus honor dua orang karyawan dan pajak, keuntungan bersihnya berkisar satu sampai dua juta rupiah.

Sayangnya situasi tak berjalan normal, lebih parahnya lagi tak tahu sampai kapan situasi tak normal ini akan berlangsung.

Theo, Ale, Jener dan Olkes hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menghembuskan nafas sekeras mungkin seolah dapat mengusir bayangan utang dalam kepala mereka.