Saturday, March 11, 2006

Beri Hambamu Uang

Olkes Dadi Lado

“Waktu kau lewat.., aku sedang mainkan gitar…”teriak Iwan Fals dilayar TV 24 inch milik kang Ujang, penjaga kos tempat saya nginap, dalam acara 1 jam bersama Iwan Fals yang disiarkan langsung oleh Indosiar.

Diatas pesawat TV merek Toshiba yang diletakan diatas rak kayu berwarna hitam, terdapat sebuah kotak tissue berwarna merah dari beludru, pinggirnya dilapisi kuningan dengan motif bunga, disampingnya kotak itu sebuah bingkai kayu coklat berisi foto Agus dan Novi, anak kang Ujang.
Selembar kain bercorak kotak-kotak warna biru dan putih menutupi bagian atas TV itu, disebelahnya tergeletak dua lembar koran bekas.
Dibawahnya, terdapat sebuah DVD player yang juga ditutupi kain dengan corak yang sama tapi lebih dominan warna birunya. Ke bawahnya lagi setumpuk majalah dan buku-buku bekas tertata rapih. Bagian belakang rak TV itu terdapat dus-dus dan galon bekas.
Diluar rumah berlantai dua itu sepi, hanya kedengaran deruman mesin mobil dari kejauhan, letak rumah itu sekitar 70 meter dari jalan besar.
Nyanyian Iwan masih terdengar, sebagian penghuni kos sudah masuk kamar masing-masing, kecuali saya, kang Ujang dan empat temannya yang masih terjaga.
Saya duduk diatas sofa coklat sudah agak kusam di depan TV agak ke kiri rapat tembok putih sebelah dalam, di sebelah saya duduk seorang pemuda tetangga sebelah, bercelana panjang hitam, matanya sudah setengah tertutup menahan kantuk terus menatap layar TV, bajunya tak dipakai hanya disampirkan dibahu kirinya.
Di depan dekat tangga ke lantai II, terdapat sebuah meja kayu berwarna kelabu, dengan tatakan gelas merah muda di atasnya, di sebelah kiri kanan meja terdapat dua kursi plastik warna merah. Jendela dibelakangnya sudah tertutup rapat gordinnya berwarna hijau lumut.
Pintu rumahpun sudah ditutup kang Ujang sejak jam 9 tadi.
Tak jauh dari tempat saya duduk, diatas lantai keramik putih, dengan corak wajik berwarna hijau dibagian tengah duduk kang Ujang dan tiga temannya.
“Bagi yang benar dong…”,kata pemuda yang berkaos merah duduk membelakangi TV, berhadapan dengan kang Ujang.
Sudah hampir sejam mereka bermain kartu, namanya “kartu sambung” kata kang Ujang.
Lembar demi lembar kartu berjatuhan dihadapan masing-masing mereka hingga berjumlah empat kartu tiap orang, sisa kartunya di taruh di tengah lingkaran itu.
4 lembar uang seribu-an diletakan di samping tumpukan kartu itu.
“Plaaak…” kartu dibanting kang Ujang di lantai tak lama setelah kartu dibagikan, “Masuk”, teriaknya dengan senyum lebar dibibirnya yang kehitaman akibat kebanyakan rokok.
Tiga temannya hanya bisa geleng kepala sembari menghela nafas panjang sambilo menatap gerakan tangan kang Ujang cekatan meraup lembaran seribu-an dihadapan mereka.
Dengkuran halus terdengar disamping saya, rupanya pemuda tadi suda tertidur pulas.
Kang Ujang mengumpulkan kembali kartu-kartu yang berserakan tadi, permainan akan kembali dilanjutkan. Dari layar TV masih terdengar nyanyian “ Penguasa…penguasa beri hambamu uang…beri hamba uang…” Iwan mengakhiri lagu pesawat tempurnya disambut teriakan histeris ratusan penggemarnya.

(Tulisan ini adalah tugas saya ketika mengikuti kursus JS IX Pantau di Jakarta)