Wednesday, May 26, 2010

NTT perlu Belajar dari Boalemo

Oleh : Olyvianus Dadi Lado

Sehari yang lalu, saya membaca sebuah tulisan Lusia Handayani dalam buletin Bakti News Edisi 55, Maret-April 2010. Tulisan itu adalah review atas buku “Boalemo, Makna Sebuah Prestasi, Tak Berharap Pujian Menuai Penghargaan” yang ditulis oleh Iwan Bokings dan Shodoqin Nursa. Buku ini menceritakan praktek cerdas di kabupaten Boalemo provinsi Gorontalo.

Saya tertarik dengan reformasi di semua lini yang dilakukan oleh pemerintah di kabupaten ini khususnya sang Bupati Iwan Bokings, yang juga penulis buku ini.

Salah satu contoh kecil yang menarik adalah jika selama ini (khususnya di NTT) publik sulit mengetahui berapa besar gaji dan penghasilan seorang pejabat maka di Boalemo infomrasi tentang gaji dan penghasilan aparat negara ini mudah diakses oleh publik karena di Boalemo, bupatinya menginisiasi untuk menempelkan daftar gajinya pada pintu ruang kerjanya, ia juga menginstruksikan kepada semua pejabat di sana untuk melakukan hal yang sama.

Terobosan lainnya yang sepertinya sederhana namun berdampak besar adalah untuk efisiensi anggaran pada belanja tidak langsung. Sang Bupati yang sudah mendapat banyak penghargaan ini melakukan pengurangan penggunaan AC dalam ruang kerja, mengurangi daya listrik 40-50% di setiap kantor pemerintah dan memangkas biaya perjalanan dinas dan ongkos operasional bupati dan wakil bupati.

Untuk memberantas KKN, ia juga melakukan terobosan inovatif yakni memberikan bonus uang bagi pegawai yang melaporkan indikasi KKN di instansi masing-masing, hebatnya anggaran untuk bonus ini dianggarkan dalam APBD. Artinya eksekutif dan legislative di kabupaten ini sudah menunjukan sebuah upaya yang serius untuk memberantas KKN, bukan hanya sekedar jargon saat memberikan pidato, sambutana atau saat kampanye.

Untuk pelayanan publik di Boalemo, pengurusan dokumen kependudukan dan catatan sipil gratis. Padahal banyak banyak pemda yang justeru menggunakannya untuk meningkatkan PAD. Di Boalemo justeru sebaliknya, sang Bupati melakukan inovasi dengan memberikan rangsangan berupa pemberian penghargaan bagi SKPD yang kinerjanya baik misalnya SKPD yang mencapai target PAD 100% akan diberi reward begitu juga dengan kepala desa yang berhasil mencapai terget pajak bumi dan bangunan 100%. Langkahnya ini justeru memcau daya saing yang sehat antar skpd maupun desa yang pada akhirnya kekuatiran akan kurangnya PAD bukan lagi menjadi alasan untuk melakukan pungutan yang tidak semestinya.

Untuk program-program pengentasan kemiskinan, ia memerintahkan pejabat eselon I dan II untuk live in di desa, tinggal bersama dengan keluarga masyarakat miskin. Menurut saya ini langkah yang jitu untuk; pertama, menekan cost operasional karena tidak perlu merekrut tenaga pendamping baru yang justeru menambah beban pembiayaan. Kedua, meningkatkan efisiensi tenaga kerja bagi pegawai negeri yang kebanyakan karena tidak ada kerjaan, hanya sekedar ke kantor untuk absensi, duduk-duduk, cerita panjang lebar, minum kopi, baca koran, main game sambil menunggu waktu untuk pulang.

Untuk mengawal komitmen setiap SKPD dan pimpinan daerah maka setiap awal tahun anggaran, para pimpinan SKPD bersama Bupati akan menandatangani perjanjian kontrak kinerja juga setiap kepala SKPD yang baru dilantik diharuskan membuat program kerja 100 hari dengan indikator terukur.

Setelah membaca tulisan ini, sambil menghisap dalam-dalam sebatang rokok Gudang garam Filter ditemani segelas kopi Flores, saya merenung dan berandai-andai. Mungkinkah NTT bisa menjadi seperti ini? Bisakah kabupaten-kabupaten di NTT mereplikasi praktek cerdas di Boalemo ini?

Saya makin tenggelam dalam khayalan, ketimbang studi banding tanpa hasil yang selama ini dilakukan kecuali hanya untuk menghabiskan jutaan rupiah untuk perjalanan dinas mereka, sebaiknya mereka undang saja Iwan Bokings sang Bupati cerdas dan Inovatif ini untuk mengajari Bupati-bupati di NTT apa susahnya?, biayanya mungkin hanya sekuku hitam dibanding biaya yang dikeluarkan untuk membiayai perjalanan dinas seratusan orang seperti yang terjadi di kabupaten TTS?

Menurut saya kunci utama praktek cerdas kabupaten Boalemo adalah ada niat baik dari pihak eksekutif dan legislatif untuk melakukan perubahan positif bagi Boalemo. Selain itu pimpinan daerahnya pun memiliki kreatifitas yang luar biasa sangat inovatif, artinya mereka di Boalemo terus belajar dan tak pernah berhenti bekerja sesuai dengan prinsip mereka yakni, kerja, kerja, dan kerja.

Jadi....masihkah kita ragu kesuksesan di Boalemo juga tak bisa tercapai di NTT? Hei NTT...bangkitlah..janganlah kau terus terpuruk. Saya katakan padamu!

Mereka manusia, kita di NTT juga manusia. Mereka punya otak, kita juga punya otak. Mereka punya hati yang tulus melayani rakyatnya, kita juga bisa punya hati yang seperti itu..kalau kita mau.

26 Mei 2010

Renungan dari pojok RSS Oesapa - Kupang