Sunday, August 28, 2005

Lahan Tiga Are Untuk Menghidupi
Sebelas Anggota Keluarga



“ Kalau untuk jualan biasanya kami membawa sayur-sayur ini kepasar Oeba
sekitar jam 12 malam “


Sore itu (27/10), waktu terasa berhenti di sebuah bilik yang terletak di kamp Noelbaki kecamatan Kupang Tengah. Beranda rumah berukuran sekitar tiga kali lima meter itu dipenuhi tumpukan-tumpukan sayur. Clarina Fernandez (41 thn) sedang bekerja menyortir sayur-sayuran untuk dimasukan kedalam karung sambil menggendong anaknya yang masih berusia tujuh bulan. Terlihat tangannya begitu cekatan memisahkan sayur-sayuran yang baik dan yang rusak.

“ Satu karung harganya Rp. 30.000 sampai Rp. 50.000 “, ujar wanita sembilan anak ini. “ Biasanya satu kali panen kami dapat Rp. 100.000, tapi itu harus menunggu selama tiga minggu,” sambungnya. Dengan pendapatan Rp. 100.000 pertiga minggu, mama Clarina Fernandez, Suaminya dan sembilan orang anak yang diantara mereka sudah sekolah, melewati hari-hari mereka dengan pertanyaan tunggal : apa masih bisa makan esok hari ?

Pasangan dengan sembilan anak ini telah bermukim di lokasi ini sejak tahun 1999, namun mereka masih beruntung karena sudah memiliki rumah sendiri hasil dari bantuan Bahan Bangunan Rumah (BBR-red) yang dilakukan oleh pihak Nakertrans beberapa waktu lalu, walaupun rumah bebak dan berlantaikan tanah.

“ Kalau untuk jualan biasnya kami membawa sayur-sayur ini kepasar Oeba (Salah satu pasar di Kota Kupang-red) sekitar jam 12 malam, setelah jualan laku kami pulang untuk ke kebun ,“ ujar wanita 41 tahun ini. Lanjutnya untuk menanam sayur kami menyewa lahan orang selama tiga bulan dengan harga Rp. 150.000, dengan luas lahan tiga are.”

Untuk proses menanam dan panen bisanya mereka lakukan secara bersama-sama baik Bapak, Ibu maupun Anak-anak dan itupun dilakukan kalu sudah selesai sekolah.
“ Untuk tanam biasanya kami lakukan bersama-sama, anak-anak biasa bantu kalau sudah pulang sekolah dan hanya membutuhkan waktu satu hari untuk tanam, mungkin karena lahannya kecil, sementara untuk panen bisanya kalau sayur itu sudah berusia tiga minggu baru bisa panen.“ Lanjutnya sayur yang kami tanam itu ada sawi bangkok hijau dan sayur putih,” ujar mama Clarina sambil menggendong anaknya yang baru berusia tujuh bulan itu.

“ Ya untuk saat ini ya.. kami hanya kasi pupuk dan bersihkan rumput-rumput, kalau untuk pupuk kami biasa pake pupuk urea dengan pupuk yang lain supaya itu sayur tumbuh subur,” lanjutnya tapi yang ini (sambil menunjukan sayur yang agak layu dan kecil) terpaksa kami potong karena baru taruh pupuk tapi kena hujan jadi diapung daun layu,” ujar mama Clarina sembari menetek anaknya.

Ketika ditanya soal penghasilan yang didapatkan, jika digunakan untuk keperluan keluarga mama Clarina fernandez megatakan, “ Mau bilang cukup ya … dibuat cukup saja karena uang dari penghasilan itu harus untuk biaya anak-anak yang lagi sekolah belum lagi untuk kebutuhan setiap hari. Apalagi usaha ini baru kami lakukan tiga bulan ini jadi hasilnya belum terlalu baik, “ ucap wanita berdarah campuran Atambua dan Lospalos ini.

Dalam kehidupannya yang serba pas-pasan keluarga ini masih memikirkan nasip dan kehidupan anak-anaknya dikemudian hari. Karena itu walaupun hanya sebagai seorang petani dan pedagang sayur, mereka masih bisa menyekolahkan anak-anak mereka. “ Saya punya anak ada sembilan, yang dua sekarang sudah SMA dan sekarang ada sekolah dikupang di SMA Yayasan Purnama Kasih, kemudian ada yang SMP dan ada yang sementara ini sekolah di SD Inpres Noelbaki,” ungkap mama Clarina sambil terus mempersiapkan jualannya.

Saat ditanya soal keinginan untuk kembali ke Timor Leste mama Clarina sambil tersenyum mengatakan bahwa mungkin tidak akan kembali kesana, “ Kalau rencana kami, kami akan menetap disini dan untuk lihat keluarga pasti kami akan kesana kalau sudah ada uang karena keluarga kami ada di Timor Leste.

“ Harapan kami ya pemerintah tetap memperhatikan kami karena kami juga adalah anak-anak mereka, sehingga tidak ada pembedaan lagi antara kami sebagai masyarakat lokal baru dan masayarakat lokal lama dan untuk romo serta pastor agar selalu mendoakan kami agar kami tetap sehat sehingga bisa terus berusaha, ” ujar mama Clarina ketika ditanya soal harapannya, sambil terus mempersiapkan jualannya.

Di atas pundak mama Clarina Fernandez dan suaminya seluruh persoalan hidup keluarganya dan masa depan kesembilan anak mereka bertumpuk dan menjadi suatu realitas hidup yang harus dihadapi setiap detik. @Theo.